Sebuah dimensi transisi yang sangat berbeda dengan duniaku sebelumnya. Ya
disini kebebasan adalah ujung tombaknya. Bebas bukan tanpa aturan, ada aturan
bagi para pemuda yang disebut mahasiswa namun aturan itu bukanlah suatu hal
yang memberikan arahan sampai ke dasar hal dari mahasiswa. Mahasiswa dituntut
untuk memahami peraturan dan menentukan pilihan tindakan atas peraturan
tersebut.
Saya yang sebenarnya kurang menimati
dengan hal-hal yang teratur atau terlalu mengatur karena berkesan mengekang
namun setelah menjalani suasana yang seakan tanpa aturan ini saya jadi sadar
dan sangat merindukan suasana teratur. Dengan keteraturan, semua terlihat
dinamis dan enak dipandang dan dijalankan.
Aturan yang kurang mengatur di dimensi
perkuliahan sebenarnya disesuaikan dengan taraf perkembangan mahasiswa yang
sudah dianggap dewasa. Ya sudah dewasa berarti sudah mapu untuk menentukan mana
yang sekiranya baik untuknya dan mana yang sekiranya kurang pas untuknya. Tapi
kebanyakan pemuda jaman sekarang diragukan perkembangan emosinya. Karena kami
kurang cerdas dalam menentukan apa yang baik bagi kami sekarang. Sebagian
mahasiswa mengetahui tindakannya baik bagi dirinya dimasa itu, namun tidak tahu
kalau itu akan berdampak buruk pada masa depannya. Ada seorang dosen yang mengatakan “jalani apa yang ada
didepanmu dulu, jangan kuliah hanya berorientasi pada dunia kerja”. Ya itu
benar, jika kita tidak mau diambil pusing dengan masa depan. Namun sekali lagi
mahasiswa harus berpikir, kalau tidak mau ambil pusing dengan masa depan kenapa
sang mahasiswa tidak langsung kerja saja setamat tingkatan sekolah menengah
atas ?.
Mahasiswa terkenal dengan
idealismenya. Untuk
jamannya Syu Hook Gie, dia, idealisme sangat dijunjung tinggi dan menjadi
senjata ampuh untuk mencegah pengaruh negative. Namun kalu dipakai sekarang,
idealisme sudah tidak ideal lagi. Karena kami kurang cerdas dalam emosi yang merupakan modal awal dalam
bersikap idealis. Seorang idealis mampu berpikir cerdas dan bijak atas kondisi
yang ada, bukan berpikir dengan perasaan menggebu-gebu, penuh ambisi, dan
kemarahan. Ketika seorang mahasiswa tidak mampu mengendalikan emosi maka ia
mudah goyah dalam kemunafikan dan kebenaran yang semu. Di lain pihak Ia
menganggap sisi itu benar di lain pihak dia menggap sisi lainnya benar sehingga
yang tadinya membela kubu lain akhirnya erpaling arah,
Mahasiswa harusnya tidak hanya berkoar
tentang apa yang dia anggap benar namun harus membuktikannya dengan tindakan
nyata yang akhirnya membuat orang lain tanpa dipaksa akan setuju dengan
pemikiran kita. Sudah tidak jamannya turun kejalan dengan sikap anarki, katanya
intelek?, sudah tidak jamannya lagi merusak fasilitas umum, katanya membela
rakyat?, sudah tidak jamannya lagi berpikir pragmatik, dunia sudah berubah !
kita tidak bisa mengganggap benar suatu hal dengan bersikukuh, namanya saja
manusia pasti suatu waktu pasti ada salahnya juga. Kesalahan sekecil apapun
akan berdampak sangat besar bila kesalahan itu berada dalam pembahasan besar.
Memang kuliah adalah masa dimana saya
menempa diri untuk terjun ke dunia yang lebih nyata. Kami harus sadar akan hal
itu
15/2/13